Pengantar Blog


Semoga keberadaan Blog ini membawa manfaat, dan mendapat ridha Allah Ta'ala, amin.

Sunday, April 14, 2013

Pernikahan Sesuai Syariat Islam



Pernikahan menurut syariat Islam adalah suatu akad (ikatan janji) yang menjadi sebab halalnya atau legalnya hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan, dengan syarat-syarat tertentu,  yaitu dengan menggunakan kata inkah (أَنْكَحْتُكَ) atau tazwij (زَوّجْتُكَ), atau terjemahannya dalam bahasa sehari-hari.

Akad Nikah hakikatnya merupakan janji agung di hadapan Tuhan Yang Maha Agung, yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam Al-Quran S. An-Nisa‘: 21, Allah menjelaskan bahwa ikatan perkawinan antara suami–istri sebagai  غَلِيظًا مِيثَاقًا  (perjanjian yang kuat).
Pernikahan merupakan bagian dari ibadah kepada Allah,  karena Allah dan Rasul-Nya telah mensyariatkannya.  Rasulullah B telah bersabda,  sesuai dengan hadits dari Abdullah bin Masud :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.   مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ  .
“Wahai para Pemuda,  barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah,  menikahlah.  Karena sesungguhnya dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.  Barangsiapa yang belum mampu,  hendaklah ia berpuasa,  karena sesungguhnya puasa dapat menjadi benteng baginya.”  (Muttafaq alaih)
Jadi perintah menikah ini,  sekaligus perintah untuk selalu menjaga pandangan dan menjaga kemaluan,  artinya jangan sekali-kali melakukan perzinahan.  Sebelum peristiwa akad nikah, maka tidak boleh lelaki dan perempuan berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat). Rasulullah B bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya.” (Muttafaq alaih)
Karenanya si wanita harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, misalnya saudara laki-laki atau ayahnya.  Bahkan setelah pinanganpun,  bukan berarti lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan perempuan.  Sekali lagi sebelum terjadi akad nikah, hal tersebut hukumnya haram.

Syarat Nikah
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu pernikahan, yaitu :
1.    Wali,  syaratnya adalah : (a) Laki-laki muslim  (b) Akil baligh dan normal, jadi anak kecil dan orang gila tidak boleh jadi saksi dan wali  (c) Adil yaitu orang yang tidak melakukan dosa besar.
2.     Saksi, syarat sama dengan syarat Wali, ada syarat tambahan yaitu harus normal pendengaran dan penglihatan.
3.     Calon istri,  adalah orang yang tidak diharamkan menikah dengan calon suami.
4.     Ijab Kabul, yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dan jawaban dari calon mempelai pria. Seperti ucapan wali Aku nikahkan putriku denganmu  (زوّجتك، أو أنكحتك ابنتي).
Dan jawaban calon suami, seperti: saya terima nikahnya (قبلت نكاحها و تزويجها).

Rukun Nikah
Rukun adalah perkara yang harus terpenuhi saat akad nikah berlangsung.  Ada 5 (lima) rukun nikah yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Pengantin lelaki (الزوج)
2. Pengantin perempuan (الزوجة)
3. Wali pengantin perempuan
4. Dua orang saksi
5. Ijab dan Kabul

Pernikahan Yang Dilarang Dalam Islam
1. Perempuan menikah dengan orang laki-laki nonmuslim
2. Laki-laki menikah dengan nonmuslim yang bukan ahli kitab (Yahudi, Nasrani).
3. Menikah dengan pelacur, wanita hamil
4. Pernikahan dalam masa idah cerai atau kematian
5. Poliandri (perempuan menikah dengan lebih dari satu laki-laki)
6. Poligami lebih dari empat
6. Laki-laki menikah dengan dua perempuan bersaudara (boleh menikah dengan salah satunya).

Wali Nikah
Dalam Islam, calon pengantin perempuan harus dinikahkan oleh walinya. Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri.  Nabi B bersabda :
لا نِكَاح إِلا بوَلِي وشَاهِدي عَدلٍ
Tidak sah nikah, kecuali dengan wali (pihak wanita) dan dua saksi yang adil (amanah).” (HR. Turmudzi dan lainnya)
Wali nikah yang utama adalah ayah kandung, kalau ayah kandung tidak ada maka diganti kakek, kemudian saudara kandung, dan seterusnya sesuai urutan sebagai berikut :
1 - Ayah kandung
2 - Kakek, atau ayah dari ayah
3 - Saudara se-ayah dan se-ibu
4 - Saudara se-ayah saja
5 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
6 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
7 - Saudara laki-laki ayah
8 - Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah
Urutan wali di atas adalah suatu keharusan.  Apabila wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2, dan seterusnya.
Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya, seperti tokoh agama atau petugas KUA.
Apabila perempuan berada di suatu negara yang tidak ada wali hakim, maka sebagai gantinya adalah tokoh Islam setempat, seperti Imam masjid atau ulama yang dikenal.

Wali Hakim
Wali hakim dalam konteks Indonesia adalah pejabat yang berwenang menikahkan, yaitu hakim agama, petugas KUA, naib, modin desa urusan nikah. (berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952)
Wali hakim baru boleh menjadi wali nikah dalam 3 hal sebagai berikut:
1.    Wali dari anak zina, karena seorang anak zina perempuan nasabnya dinisbatkan pada ibunya. Seorang Ibu tidak dapat menikahkan putrinya, maka wali hakim yang dapat menjadi walinya.
2.    apabila semua wali nikah tidak ada.
3.    Wali hakim juga dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah yang ada menolak menikahkan dengan alasan yang tidak sesuai syariah.

Khutbah Nikah
Menyampaikan khutbah nikah sebelum ijab Kabul nikah adalah sunnah. Jadi bukan syarat sahnya pernikahan. Boleh ditinggalkan, tetapi lebih utama dilakukan, karena sesuai sunnah Nabi B.  Apabila Wali mampu menyampaikan khutbah nikah,  maka Wali lebih utama menyampaikan khutbah nikah, hal ini sesuai sunnah Nabi B yang menyampaikan khutbah nikah ketika menikahkan Ali dengan putri beliau yaitu Fatimah.
Khutbah nikah atau khutbatul haajah yang diajarkan oleh Rasulullah B adalah :
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ  نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ  وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا,  مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ  وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,  أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ,  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 
أَمَّا بَعْدُ,  فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ  كِتَابُ اللهِ,  وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ b  وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ  وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ  وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ,  اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Sebelum akad nikah, tidak ada anjuran untuk membaca syahadat, atau anjuran untuk istighfar, atau membaca surat Al-Fatihah.  Semua itu sudah terwakili dengan lafadz khutbatul hajah di atas. Jadi tidak perlu calon pengantin diminta bersyahadat atau istighfar.

Ijab Kabul
Prosesi akad nikah terpenting adalah Ijab Kabul (qobul). Di mana wali calon mempelai perempuan menikahkan putrinya dengan calon pengantin laki-laki (ijab) dan calon pengantin laki-laki menjawabnya (kabul/ qobul) sebagai tanda menerima pernikahan tersebut . Wali juga dapat mewakilkan pada wakil wali yang ditunjuk wali untuk menikahkan putrinya. Yang bertindak sebagai wakil biasanya petugas KUA atau tokoh agama setempat.
Ketika proses akad nikah, calon pengantin putri tidak ikut dalam proses tersebut.  Kesalahan yang banyak terjadi di masyarakat ketika proses akad nikah adalah memposisikan calon pengantin putri berdampingan dengan calon pengantin putra, apalagi keduanya diselimuti dengan satu kerudung di atasnya.
Dalam akad nikah tidak ada anjuran untuk melafadzkan ijab kabul dalam sekali napas, sebagaimana anggapan sebagian orang. Karena inti dari ijab kabul akad nikah adalah pernyataan masing-masing pihak, bahwa wali pengantin wanita telah menikahkan putrinya dengannya, dan pernyataan kesediaan dari pengantin laki-laki.  Mengharuskan akad nikah dan ijab kabul dengan harus satu napas merupakan hal yang terlalu berlebihan.  Yang penting dalam Ijab Kabul adalah dilakukan masih dalam majelis yang sama, dan belum diselingi dengan hal-hal lain.
Ada perbedaan pendapat tentang akad nikah dengan selain bahasa Arab, yaitu :
·        Akad nikah sah dengan bahasa apapun, meskipun orangnya bisa bahasa Arab. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Qudamah. Dalam hal ini kedudukan bahasa non-Arab dengan bahasa Arab sama saja. Karena Orang yang menggunakan bahasa selain Arab, memiliki maksud yang sama dengan orang yang berbahasa Arab.
·        Akad nikah tidak sah dengan selain bahasa Arab, meskipun dia tidak bisa bahasa Arab. Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. Mereka beralasan bahwa lafadz ijab kabul akad nikah statusnya sebagaimana takbir ketika shalat yang hanya boleh diucapkan dengan bahasa Arab.
·        Akad nikah sah menggunakan selain bahasa Arab, dengan syarat pelakunya tidak bisa bahasa Arab. Jika pelakunya bisa bahasa Arab maka harus menggunakan bahasa Arab. Ini adalah pendapat ketiga dalam madzhab syafii.
Maka saya (penulis) lebih menyukai lafadz Ijab Kabul dalam dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Arab dan bahasa sehari-hari,  yaitu :
IJAB :
يَا (nama pengantin putra), أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ إِبْنَتِي (nama pengantin putri)
Aku nikahkan dan aku jodohkan engkau dengan anak kandungku (nama pengantin putri), dengan mahar uang sebesar Rp………. dan seperangkat alat sholat dibayar tunai

KABUL :
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيْـجَهَا
Saya terima nikahnya dengan (nama pengantin putri) anak kandung Bapak dengan mahar sebagaimana disebutkan tadi dibayar tunai.

Doa Setelah Ijab Kabul
Setelah ijab kabul dilaksanakan antara wali atau wakil wali dengan mempelai laki-laki, acara dilanjutkan dengan membaca doa,  yaitu orang-orang yang hadir mendoakan kedua mempelai,  sesuai dengan hadits Abu Hurairah, dia berkata:
أَنَّ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم كاَنَ إِذَا رَفَّأَ اْلإِنْسَاَن، إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
Adalah Nabi B apabila mendoakan seseorang yang menikah, beliau mengatakan: ‘Semoga Allah memberkahimu, dan semoga keberkahan atas kamu selamanya,  serta menyatukan kamu sekalian dalam kebaikan‘.”  (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Dan bagi Pengantin, setelah akad nikah disunnahkan membaca doa :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا، وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا، وَشَرِّ مَاجَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah,  sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kabaikannya (istriku),  dan kebaikan dari apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya.   Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya (istriku) dan keburukan dari apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya.”  (HR Abu Daud).

Walimah
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar Ulama, namun ada yang berpendapat wajib, karena adanya perintah Rasulullah B kepada Abdurrahman bin Auf, ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru. Namun yang utama adalah tidak melewati hari ketiga.
Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut mengutamakan orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut dapat dikategorikan sebagai sejelek-jelek makanan. Rasulullah B bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ
Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan pengantin hendaknya menghindari bermesraan setelah akad nikah di tempat umum.  Pemandangan yang menunjukkan kurangnya rasa malu, yakni bermesraan setelah akad nikah di depan banyak orang, adalah tidak patut. Memang keduanya telah sah sebagai suami istri.  Dan hal-hal yang sebelumnya diharamkan kini menjadi halal. Akan tetapi, untuk melampiaskan kemesraan tentu ada tempatnya, dan bukan di tempat umum.


Baca juga : . . . . .    Khutbah Nikah

No comments:

Post a Comment