Qurban berarti mendekatkan; yaitu mendekatkan tercapainya sesuatu yang dicita-citakan atau yang diidam-idamkan, dengan cara memberikan sesuatu yang dicintai di jalan ALLAH. Sedangkan pengertian umum Qurban berarti penyembelihan hewan ternak besar menurut tuntunan syar’i semata-mata dalam rangka mendekatkan diri kepada ALLAH Ta’ala.
Ibadah qurban merupakan manifestasi rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya, sebagaimana dinyatakan oleh ALLAH dalam Al-Qur’an S. Al-Kautsar, bahwa ALLAH telah memberikan karunia yang sangat banyak kepada hamba-Nya. Maka untuk menyukuri karunia tersebut, tunaikanlah dua perkara: sholat dan qurban.
إنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.”
Tentang karunia dan nikmat ini, ALLAH mengingatkan kita dalam Al-Qur’an S. Fathir : 3,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
“Wahai manusia, ingatlah akan nikmat ALLAH kepadamu. Adakah Pencipta lain selain ALLAH, yang memberimu rizki dari langit dan dari bumi? Tiada Tuhan selain Dia, mengapa kamu masih juga berpaling?”
Sungguh kalau kita mau menghitung-hitung nikmat Allah, maka nikmat ALLAH yang telah dilimpahkan kepada kita, sungguh tidak terhingga banyaknya.
ALLAH berfirman dalam Al-Qur’an S. Ibrahim: 34 dan S. An-Nahl: 18,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لاَ تُحْصُوهَا
“Sekiranya kamu hendak menghitung-hitung berapa banyak nikmat ALLAH yang dicurahkan kepadamu, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya.”
Ini karena betapa banyaknya nikmat ALLAH yang dilimpahkan kepada kita – hamba-Nya. Namun seringkali kita tidak menyadarinya. Padahal ALLAH dengan tegas telah mengingatkan kita sebagaimana firman-Nya dalam S. Ibrahim : 7,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Jika kamu menyukuri nikmat yang telah Kuberikan kepadamu, tentu Aku akan menambahkannya kepadamu. Tetapi jika kamu tidak menyukurinya, ketahuilah sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih menyakitkan.”
Selanjutnya marilah kita kenang kembali kisah tentang Nabi Ibrahim. Beliau adalah sosok manusia yang pandai bersyukur. Dalam waktu yang cukup lama belum dikaruniai keturunan, di usia beliau yang sudah lanjut tersebut, beliau tetap bersyukur, dan juga masih memohon kepada ALLAH agar diberi keturunan yang kelak dapat melanjutkan perjuangan Beliau menegakkan agama ALLAH di muka bumi.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang tergolong orang-orang yang sholeh.”
Akhirnya doa beliau yang dimohonkan cukup lama tersebut dikabulkan oleh ALLAH. Beliau dikaruniai seorang putra bernama Ismail. Beliau pun sangat cinta dan sayang kepada anaknya tersebut.
Bagi Ibrahim, Ismail adalah yang paling dicintai dibanding dunia seisinya, bahkan dibanding dirinya sendiri. Maka Allah ingin mengujinya, apakah Ibrahim lebih mencintai Allah atau lebih mencintai Ismail. Saat Ismail mulai menginjak dewasa, datanglah perintah ALLAH kepada Ibrahim untuk mengurbankan atau menyembelih anaknya, yaitu Ismail, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur’an S. Ash-Shaffat : 100 – 109.
Namun Nabi Ibrahim adalah seorang yang sangat taat kepada ALLAH. Oleh ALLAH diuji, sampai sejauh mana rasa syukur, ketaatan dan cintanya kepada ALLAH dibandingkan cinta dan kasih sayangnya kepada anaknya. Dan Ismail pun, yang telah mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya, juga diuji, sampai sejauh mana iman dan taatnya kepada ALLAH.
Pada saat Nabi Ibrahim dan putranya melaksanakan perintah ALLAH tersebut, ketika kedua mata mereka saling memandang dengan pandangan yang sangat sukar dilukiskan, lantas mata pisau diletakkan oleh Nabi Ibrahim di atas leher putranya. Dalam waktu yang sangat singkat laksana kilat, akhirnya yang tersembelih bukanlah Ismail, melainkan seekor kibas. Sementara Ismail dalam keadaan segar bugar.
Ternyata Nabi Ibrahim dan Ismail lulus dari ujian yang maha berat tersebut. Hal ini karena cintanya kepada ALLAH melebihi cintanya kepada yang lain, serta pandai menyukuri nikmat yang diterima dari ALLAH Yang Maha Pemurah.
ALLAH SWT menyatakan dalam Al-Qur’an S. At-Taubah : 24,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah, jika orangtuamu, anakmu, saudaramu, istrimu/ suamimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, bisnis yang kamu khawatirkan akan merugi, dan tempat tinggal yang kamu sukai, kesemuanya itu lebih kamu cintai dari pada cinta kepada ALLAH dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga ALLAH mendatangkan keputusan-Nya. Dan ALLAH tidak memberi petunjuk orang-orang yang fasik”.
Akhirnya kembali kepada diri kita masing-masing, yang telah diberi karunia yang tak terhingga banyaknya oleh ALLAH, mampukah kita menyukuri nikmat ALLAH tersebut? Apakah rizki yang Allah limpahkan kepada kita benar-benar telah kita manfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat (bukan yang mubadzir)? Sudah seberapa banyakkah harta titipan ALLAH kepada kita, yang telah kita infaqkan untuk Saudara-saudara kita yang dalam kesulitan? Sanggupkah kita mengurbankan sebagian dari penghasilan kita di jalan ALLAH demi cinta kita kepada-Nya? Bukankah ALLAH mampu mencabut seluruh harta kita dalam sekejab tanpa tersisa sedikitpun, termasuk nyawa kita? Sebagaimana yang telah kita saksikan, betapa banyak saudara-saudara kita yang terkena musibah, telah musnah harta bendanya dan bahkan nyawanya juga nyawa keluarganya.
Dan sanggupkah kita berqurban hanya berupa seekor kambing, yang sebenarnya hal tersebut tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan pengurbanan nabi Ibrahim, dan juga tidak seberapa bila dibandingkan dengan karunia ALLAH yang telah dilimpahkan kepada kita yang jumlah dan nilainya sangat banyak?
Ibadah qurban sebenarnya lebih menitikberatkan pada rasa pengabdian dan penyerahan diri kepada ALLAH Yang Maha Agung, serta menumbuhkan jiwa pengorbanan dan kepedulian kepada sesama manusia. Dengan kata lain bahwa ibadah qurban melatih dan membentuk watak umat manusia selalu siap berqurban, mengurbankan sebagian karunia ALLAH yang dianugerahkan kepada kita untuk kemaslahatan manusia yang lemah. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an S. Al-Hajj: 37, bahwa bukan daging dan darah qurban yang akan mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan kitalah yang akan mencapai keridhaan-Nya.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
Adab Berqurban
Hewan qurban (kambing) hendaknya sudah berumur setahun. Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali hewan yang telah berumur satu tahun, kecuali apabila sulit mendapatkannya, barulah boleh menyembelih kambing yang mendekati setahun.” (HR Muslim).
Apabila yang disembelih adalah kambing, maka hal itu untuk satu orang pengurban, sedang sapi, kerbau atau unta untuk tujuh orang. Dan pelaksanaan penyembelihan hewan qurban adalah setelah sholat Idul-Adha. Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menyembelih sebelum Sholat Ied, sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya dan barangsiapa yang menyembelih setelah sholat, maka ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah melaksanakan sunnah orang-orang beriman." (Muttafaq alaih).
Penyembelihan hewan qurban sebaiknya dilakukan sendiri oleh orang yang berqurban, hal ini memang dicontohkan oleh Rasulullah yang menyembelih sendiri atas hewan yang diqurbankannya, Apabila dilakukan oleh orang lain atau tukang potong dan perlu diberi upah, maka upah itu tidak boleh diambil dari hewan qurban atau bagian hewan tersebut.
Doa/ bacaan ketika menyembelih hewan
بِسْمِ اللَّهِ. وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Bismillaah, walloohu akbar.
“Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar.” (Muttafaq alaih).
Doa ketika berqurban
بِسْمِ اللَّهِ, اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ .....
Bismillaah, Alloohumma taqobbal min . . . (nama pengurban)
“Dengan nama Allah, ya Allah terimalah qurban dari ….... (nama pengurban).”
No comments:
Post a Comment