Sekali
lagi ciri orang berilmu itu antara lain, tidak mudah terombang-ambing
keyakinannya ketika ada orang yang berbeda pandangan dengannya. Dan sekaligus tidak merasa benar sendiri
serta tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda pandangan.
Demikianlah
ketika kita memahami hadits tentang larangan memotong rambut dan kaku sejak
tanggal 1 Dzulhijjah, karena di dalam matan hadits-hadits tersebut tidak
dinyatakan secara jelas, yang dimaksud pengurbannya atau hewan kurbannya, maka
sangat berpotensi menimbulkan perbedaan dalam pemahamannya. Sebenarnya selama masing-masing tidak
mengklaim pendapatnya yang paling benar, dan yang lain dianggapnya salah, tidak jadi masalah. Namun yang terjadi tidaklah demikian.
Misalnya
pernah kita dengar dari orang yang berpendapat bahwa larangan tersebut bagi
pengurbannya, lalu dia mengatakan, “kok
sempat-sempatnya sih memotong kuku dan rambut/ bulu hewan kurban” dengan nada sinis. Maksudnya dia menyalahkan orang yang berpendapat
bahwa larangan itu untuk hewan kurbannya.
Dia mungkin lupa atau tidak tahu, kalau pernah diberitakan di TV
Nasional, ada pedagang besar yang melayani hewan kurban baik sapi maupun
kambing dalam jumlah besar. Hewan-hewan
itu dirawatnya dengan baik agar dapat laku dengan harga yang mahal, sehingga
untungnya pun juga besar. Bentuk
perawatannya misalnya, selalu dijaga
kebersihannya, disikat dan dipotong
bulu-bulunya agar nampak lebih bagus, dan dipotong kuku-kukunya agar lebih
indah dan sehat. Atau mirip-mirip Salon
Hewan.
Dan
ternyata ada kan orang-orang yang sengaja memotong rambut/ bulu dan kuku hewan
kurban ?
Mari
kita simak bunyi hadits-hadits tentang larangan memotong rambut dan kuku
tersebut :
Hadits
pertama :
سَمِعْت
أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ
هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ
شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ )رواه مسلم(
Aku mendengar Ummu Salamah istri Nabi Saw. berkata:
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang memiliki sembelihan yang akan dia
sembelih, maka apabila hilal Dzulhijjah telah muncul, hendaklah ia tidak
mengambil dari rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun hingga menyembelih kurban.” (HR Muslim)
Hadits kedua
:
عن
أُمِّ سَلَمَةَ تَرْفَعُهُ قَالَ: إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ
يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَأْخُذَنَّ شَعْرًا
وَلاَ يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا (رواه مسلم(
Dari Ummu Salamah yang (sanadnya) ia sambungkan (ke
Rasulullah). Beliau bersabda: “Apabila 10 hari (Dzulhijjah) telah masuk dan
seseorang memiliki hewan kurban yang akan ia sembelih, maka hendaklah ia tidak
mengambil rambut dan tidak memotong kuku” (HR Muslim)
Dari
kedua hadits tersebut, memang cenderung menimbulkan multitafsir, karena tidak
menunjukkan ke hewan kurbannya atau pengurbannya.
فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ
مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا
hendaklah ia tidak mengambil dari rambutnya
dan kuku-kukunya sedikitpun
فَلاَ يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلاَ
يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا
hendaklah ia tidak mengambil rambut dan tidak memotong kuku
Hadits ketiga
:
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا دَخَلَتِ
الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ
يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا (رواه مسلم(
Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Saw bersabda:
“Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah) dan salah seorang di antara
kalian hendak berkurban, hendaklah ia tidak menyentuh rambut dan kulitnya
sedikitpun” (HR Muslim)
Dari
hadits tersebut, sebenarnya lebih menunjukkan ke hewan
kurbannya daripada ke pengurbannya.
فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ
وَبَشَرِهِ شَيْئًا
hendaklah ia tidak menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun
Hadits keempat:
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ؛ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ هِلاَلَ ذِي
الْحِجَّةِ، فَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلاَ
يَقْرَبَنَّ لَهُ شَعَراً وَلاَ ظُفْراً))
“Barangsiapa di antara kalian mendapati awal
bulan Dzulhijjah, lalu ia ingin
berkurban, maka janganlah ia mendekati
(sengaja menyisihkan) rambut dan kukunya.”
Dari
hadits tersebut, juga cenderung menimbulkan multitafsir, karena tidak
menunjukkan ke hewan kurbannya atau pengurbannya.
فَلاَ يَقْرَبَنَّ لَهُ شَعَراً وَلاَ ظُفْراً
janganlah ia mendekati (sengaja menyisihkan)
rambut dan kukunya
Ada lagi
hadits dari Aisyah :
أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُهْدِى مِنَ
الْمَدِيَنةِ. فَأَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِهِ. ثُمَّ لاَ يَجْتَنِبُ شَيْئاً
مِمَّا يَجْتَنِبُ الْمُحْرِمُ
”Rasulullah membawa hewan
kurban dari Madinah, lalu beliau
menganyam gantungan hewan kurbannya.
Beliau tidak menjauhi sesuatu dari hal-hal yang harus dijauhi oleh orang
yang berihram.”
Dari
hadits Aisyah tersebut, sebenarnya lebih menunjukkan ke hewan
kurbannya daripada ke pengurbannya.
Karena Rasulullah jelas-jelas tidak menjauhi hal-hal yang harus dijauhi
oleh orang yang sedang ihram. Seperti
kita maklumi, hal-hal yang harus dijauhi oleh orang-orang yang ihram, antara
lain : memotong kuku, memotong rambut, menikah, berkumpul suami-istri, dan
lain-lain.
Akhirnya
kembali kepada kita masing-masing, mau meyakini yang mana, apakah lebih condong
ke hewan kurbannya atau ke pengurbannya.
Yang penting tidak saling menyalahkan yang lain.
Dan
Allah telah mengingatkan kepada kita, bahwa Allah sekali-kali tidak melihat
fisik kurban kita, tetapi ketakwaan kitalah yang dilihat, dan yang akan
mencapai keridhaan Allah.
لَنْ يَنَالَ
اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
”Daging-daging kurban
dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Al Quran, Al Hajj: 37)
terimakasih kak, telah berbagi info dan wawasan
ReplyDeleteshare ilmu yang sangat bermanfaat, salam kenal kak
ReplyDelete