Pengantar Blog


Semoga keberadaan Blog ini membawa manfaat, dan mendapat ridha Allah Ta'ala, amin.

Saturday, September 19, 2015

Kapankah Puasa Arafah Harus Dilaksanakan ?



Ciri orang berilmu itu antara lain, dia tidak mudah terombang-ambing keyakinannya ketika ada orang yang berbeda pandangan dengannya.  Dan sekaligus tidak merasa benar sendiri serta tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda pandangan.

Seperti halnya adanya perbedaan pemahaman tentang kapan seharusnya pelaksanaan Puasa Arafah, apakah mengikuti Wukuf atau sesuai Wilayah masing-masing sesuai dengan perhitungan yang diyakini ?  Tentu orang yang berilmu tidak mudah goyah, karena keyakinannya sudah dilandasi dengan ilmu yang memadai.
Idealnya, memang puasa Arafah dilaksanakan bertepatan dengan jamaah haji wukuf di Arafah, yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah.  Tetapi ketika wilayahnya berbeda dan hilalnya juga berbeda, tentu bisa berbeda.
Sebenarnya Kalender resmi yang dipakai Pemerintah Arab Saudi adalah Kalender Ummul Qura’, yang menggunakan metode hisab dengan kriteria miladul-hilal, yang mirip-mirip dengan wujudul hilal. Oleh sebab itu, tanggal 1 Dzulhijjah sesuai dengan miladul hilal jatuh pada tanggal 14 September, sehingga Idul Adha seharusnya jatuh pada tanggal 23 September.
Namun, Pemerintah Arab Saudi tidak hanya menggunakan Kalender Ummul Qura’ saja sebagai acuan, melainkan juga menggunakan hasil Rukyat. Oleh karena tinggi bulan masih sangat kecil atau karena cuaca mendung/ gelap, sehingga tidak terlihat oleh mata telanjang, maka tanggal 15 September baru ditetapkan sebagai tanggal 1 Dzulhijjah, sehingga jamaah haji melaksanakan wukuf di Arafah pada tanggal 23 September, dan Idul Adha tanggal 24 September.
Demikian juga di Indonesia, berdasarkan Rukyat maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkan 1 Dzulhijjah pada tanggal 15 September, sehingga Idul Adha jatuh pada tanggal 24 September.  Sedangkan yang mengacu hisab dengan kriteria wujudul hilal, maka 1 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 14 September, dan berpuasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah yang jatuh pada tanggal 22 September. Tentu kurang tepat kiranya jika ada orang yang ketika Puasa dan Idul Fitri mengikuti metoda wujudul hilal, sementara kalau puasa Arafah dan Idul Adha mengikuti apa yang terjadi di Arab Saudi.
Jika kita perhatikan hadits tentang puasa Arafah, misalnya hadits dari Abu Qatadah al-Anshari:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ. قَالَ: " يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ", وَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ. قَالَ: " يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ "
Bahwa Rasulullah ketika ditanya tentang puasa Hari Arafah,  Beliau menjawab: “(Puasa hari Arafah)  menghapus dosa-dosa setahun yang yang lalu dan setahun yang akan datang,” dan ketika ditanya tentang puasa Hari Asyura’,  Beliau menjawab: “(Puasa hari Asyura’)  menghapus dosa-dosa setahun yang lalu,”  (HR Muslim).

Di dalam hadits tersebut tidak dikatakan "Puasa Arafah ketika para jamaah haji sedang wukuf di Arafah", tetapi  صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ  "Puasa hari Arafah", jadi yang dimaksud adalah "hari tanggal 9 Dzulhijjah, yang disebut dengan hari Arafah".
Sesungguhnya Rasulullah saw dan para sahabat telah menjalankan puasa Arafah, yaitu puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, pada saat kaum muslimin belum melaksanakan Ibadah Haji.  Hal itu menujukan bahwa puasa Arafah tidak karena adanya orang sedang berwukuf di Arafah, tapi puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Hadits dari riwayat Abu Dawud berikut menunjukkan kebiasaan Nabi berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.
عَنْ هُنَيْدَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ امْرَأَتِهِ عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
Dari Hunaidah bin Kholid dari istrinya dari sebagian istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata : "Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa berpuasa pada 9 Dzulhijjah, pada hari Asyura' (10 Muharram) dan tiga hari setiap bulan." (HR Abu Dawud)
Dapat kita bayangkan bagaimana kondisi kaum Muslimin di seluruh dunia sebelum ditemukannya alat telekomunikasi seperti sekarang ini. Maka jika puasa Arafah penduduk suatu negeri harus sesuai dengan wukufnya jamaah haji di Arafah, maka bagaimanakah puasa Arafahnya orang-orang yang tinggal di negera yang jauh dari Arab Saudi ? Padahal mereka pasti sangat sulit mengetahui kapan pelaksanaan wukuf di Arafah.
Dan jika memang puasa Arafah harus dilaksanakan bersamaan dengan waktu wukufnya jamaah haji di Arafah, maka bagaimanakah cara berpuasanya orang-orang yang berada di belahan bumi lain yang jauh dari Arab Saudi, yang beda waktunya saja lebih dari 6 jam ?
Maka yang semestinya adalah, barangsiapa yang satu mathla' dengan Makkah dan tidak sedang berhaji, maka hendaknya ia berpuasa di hari para jamaah haji sedang wukuf di Arafah karean pada saat itu di Makkah sudah tanggal 9 Dzhulhijjah.  Akan tetapi jika ternyata mathla'nya berbeda, maka ia menyesuaikan 9 Dzulhijjah dengan kalender di wilayahnya.
Dan seandainya suatu ketika terjadi bencana besar atau peperangan, sehingga pada saat itu jamaah haji tidak bisa wukuf di Arafah, atau pada saat itu tidak bisa dilaksanakan ibadah haji, maka apakah puasa Arafah juga tidak bisa dikerjakan karena tidak ada jamaah yang wukuf di Arafah?  Tentu saja tetap dilaksanakan puasa Arafah meskipun tidak ada jamaah haji yang wukuf di Arafah.  Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah yang dimaksudkan adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah,  bukan puasa saat jamaah haji wukuf di Arafah.

No comments:

Post a Comment