Pengantar Blog


Semoga keberadaan Blog ini membawa manfaat, dan mendapat ridha Allah Ta'ala, amin.

Saturday, September 19, 2015

Rambut dan Kuku Hewan Kurban atau Pengurban ?



Sekali lagi ciri orang berilmu itu antara lain, tidak mudah terombang-ambing keyakinannya ketika ada orang yang berbeda pandangan dengannya.  Dan sekaligus tidak merasa benar sendiri serta tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda pandangan.

Demikianlah ketika kita memahami hadits tentang larangan memotong rambut dan kaku sejak tanggal 1 Dzulhijjah, karena di dalam matan hadits-hadits tersebut tidak dinyatakan secara jelas, yang dimaksud pengurbannya atau hewan kurbannya, maka sangat berpotensi menimbulkan perbedaan dalam pemahamannya.  Sebenarnya selama masing-masing tidak mengklaim pendapatnya yang paling benar, dan yang lain dianggapnya salah,  tidak jadi masalah.  Namun yang terjadi tidaklah demikian.
Misalnya pernah kita dengar dari orang yang berpendapat bahwa larangan tersebut bagi pengurbannya, lalu dia mengatakan,  “kok sempat-sempatnya sih memotong kuku dan rambut/ bulu hewan kurban”  dengan nada sinis.  Maksudnya dia menyalahkan orang yang berpendapat bahwa larangan itu untuk hewan kurbannya.  Dia mungkin lupa atau tidak tahu, kalau pernah diberitakan di TV Nasional, ada pedagang besar yang melayani hewan kurban baik sapi maupun kambing dalam jumlah besar.  Hewan-hewan itu dirawatnya dengan baik agar dapat laku dengan harga yang mahal, sehingga untungnya pun juga besar.  Bentuk perawatannya misalnya,  selalu dijaga kebersihannya,  disikat dan dipotong bulu-bulunya agar nampak lebih bagus, dan dipotong kuku-kukunya agar lebih indah dan sehat.  Atau mirip-mirip Salon Hewan.
Dan ternyata ada kan orang-orang yang sengaja memotong rambut/ bulu dan kuku hewan kurban ?
Mari kita simak bunyi hadits-hadits tentang larangan memotong rambut dan kuku tersebut :

Hadits pertama :
سَمِعْت أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ )رواه مسلم(
Aku mendengar Ummu Salamah istri Nabi Saw. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang memiliki sembelihan yang akan dia sembelih, maka apabila hilal Dzulhijjah telah muncul, hendaklah ia tidak mengambil dari rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun hingga menyembelih kurban.” (HR Muslim)
Hadits kedua :
عن أُمِّ سَلَمَةَ تَرْفَعُهُ قَالَ: إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلاَ يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا  (رواه مسلم(
Dari Ummu Salamah yang (sanadnya) ia sambungkan (ke Rasulullah). Beliau bersabda: “Apabila 10 hari (Dzulhijjah) telah masuk dan seseorang memiliki hewan kurban yang akan ia sembelih, maka hendaklah ia tidak mengambil rambut dan tidak memotong kuku” (HR Muslim)
Dari kedua hadits tersebut, memang cenderung menimbulkan multitafsir, karena tidak menunjukkan ke hewan kurbannya atau pengurbannya.
فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا
hendaklah ia tidak mengambil dari rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun
فَلاَ يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلاَ يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا 
hendaklah ia tidak mengambil rambut dan tidak memotong kuku
Hadits ketiga :
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا (رواه مسلم(
Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Saw bersabda: “Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah) dan salah seorang di antara kalian hendak berkurban, hendaklah ia tidak menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun” (HR Muslim)
Dari hadits tersebut, sebenarnya lebih menunjukkan ke hewan kurbannya daripada ke pengurbannya.
فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
hendaklah ia tidak menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun
Hadits keempat:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ؛ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ، فَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلاَ يَقْرَبَنَّ لَهُ شَعَراً وَلاَ ظُفْراً))
“Barangsiapa di antara kalian mendapati awal bulan Dzulhijjah,  lalu ia ingin berkurban,  maka janganlah ia mendekati (sengaja menyisihkan) rambut dan kukunya.”
Dari hadits tersebut, juga cenderung menimbulkan multitafsir, karena tidak menunjukkan ke hewan kurbannya atau pengurbannya.
فَلاَ يَقْرَبَنَّ لَهُ شَعَراً وَلاَ ظُفْراً
janganlah ia mendekati (sengaja menyisihkan) rambut dan kukunya

Ada lagi hadits dari Aisyah :
أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُهْدِى مِنَ الْمَدِيَنةِ. فَأَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِهِ. ثُمَّ لاَ يَجْتَنِبُ شَيْئاً مِمَّا يَجْتَنِبُ الْمُحْرِمُ
”Rasulullah membawa hewan kurban dari Madinah,  lalu beliau menganyam gantungan hewan kurbannya.  Beliau tidak menjauhi sesuatu dari hal-hal yang harus dijauhi oleh orang yang berihram.”
Dari hadits Aisyah tersebut, sebenarnya lebih menunjukkan ke hewan kurbannya daripada ke pengurbannya.  Karena Rasulullah jelas-jelas tidak menjauhi hal-hal yang harus dijauhi oleh orang yang sedang ihram.  Seperti kita maklumi, hal-hal yang harus dijauhi oleh orang-orang yang ihram, antara lain : memotong kuku, memotong rambut, menikah, berkumpul suami-istri, dan lain-lain.
Akhirnya kembali kepada kita masing-masing, mau meyakini yang mana, apakah lebih condong ke hewan kurbannya atau ke pengurbannya.  Yang penting tidak saling menyalahkan yang lain.
Dan Allah telah mengingatkan kepada kita, bahwa Allah sekali-kali tidak melihat fisik kurban kita, tetapi ketakwaan kitalah yang dilihat, dan yang akan mencapai keridhaan Allah.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
”Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”  (Al Quran, Al Hajj: 37)

2 comments: