Pengantar Blog


Semoga keberadaan Blog ini membawa manfaat, dan mendapat ridha Allah Ta'ala, amin.

Sunday, July 23, 2017

IBADAH HAJI DAN UMRAH (4)




IBADAH HAJI


Rukun Haji
a.    Ihram
b.    Wuquf di Arafah
c.    Thowaf Ifadhoh
d.    Sa’i
e.    Tahallul
f.     Tertib

Wajib Haji
a.    Niat ihrom dari Miqot    
b.    Mabit di Mudzdalifah
c.    Melontar Jumrah Aqabah
d.    Mabit di Mina
e.    Melontar 3 Jumrah
f.     Thowaf Wada’


Tanggal  8 Dzul-Hijjah (Hari Tarwiyah)

a.    Apabila telah tiba Hari Tarwiyah,  saatnya ihram untuk haji dari Makah bagi yang menjalankan Haji Tamattu’,  dengan mengucapkan (niat) :
  لَبَّيْكَ حَجًّا- Labbaika Hajjan  (Aku telah penuhi panggilan-Mu untuk Haji).
b.    Bagi yang menjalankan Haji Ifrad atau Haji Qiran,  ihramnya pada saat dia datang ke Makah,  dan sudah niat untuk haji pada saat tersebut.
c.    Tanggal 8 Dzul-Hijjah ini pergi menuju Mina,  menjalankan sholat Dzuhur dan sholat fardhu lainnya di Mina,  dengan meng-qashar sholat-sholat yang empat rokaat pada waktunya,  tanpa di-jama’.
d.    Di Mina hingga shubuh Hari Arafah.


Tanggal  9 Dzul-Hijjah  (Hari Arafah)

a.      Apabila telah terbit matahari pada Hari Arafah,  pergi ke Namirah (di Arafah)  sambil membaca Talbiyah dan Takbir.
b.      Apabila telah tergelincir matahari (masuk waktu Dzuhur),   sholat jama’ Dzuhur dan Ashar dan di-qashar,  didahului dengan khutbah Arafah.
c.      Kemudian datang ke tempat wuquf di Arafah,  bila memungkinkan berdiri di atas batu dan perbanyak doa  hingga terbenam matahari.
d.      Perbanyak doa sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi, yaitu :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ,  لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
Laa ilaaha illalloohu wahdahuu laa syariika lah,  lahul-mulku wa lahul-hamdu wa Huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir
Tidak ada tuhan kecuali Allah saja,  tidak ada sekutu bagi-Nya,  kepunyaan-Nya seluruh kerajaan,  dan untuk-Nya segala pujian.   Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”  (HR Tirmidzi).


Tanggal  10 Dzul-Hijjah (Hari Nahar)

a.    Setelah terbenam matahari pada Hari Arafah,  yaitu sudah masuk tanggal 10 Dzul-Hijjah,  meninggalkan Arafah menuju Mudzdalifah (Masy’aril Haram).
b.    Sholat Maghrib dan Isya’ dengan jama’ ta’khir (dengan sekali adzan dan dua iqomat, tanpa sholat sunnah di antara keduanya) di Muzdalifah,  serta bermalam di Muzdalifah hingga shubuh.
c.     Berdoalah/ berdzikirlah kepada Allah dengan menghadap kiblat, bertakbir dan bertahlil.
d.    Bagi orang yang lemah,  boleh meninggalkan Muzdalifah menuju Mina sebelum fajar (shubuh).
e.    Setelah sholat shubuh di Mudzdalifah pergi menuju Mina.
f.     Pergilah sebelum matahari terbit hingga tiba di Muhassir,  mengumpulkan batu pelontar jumrah Aqabah (sebesar batu kerikil untuk ketepil, atau sebesar biji kacang tanah),  dan mempercepat langkah hingga di Mina.
g.    Apabila sampai di Mina (jumrah Aqabah),  melontar jumrah Aqabah dengan tujuh butir batu kerikil,  dengan posisi arah Ka’bah di sebelah kiri, dan Mina sebelah kanan badan,  dan mengucapkan setiap kali melontar dengan bacaan :

اَللهُ أَكْبَرُ  اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجًّا مَبْرُوْرٌا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا
Alloohu akbar,  alloohummaj’alhu hajjan mabruuroo, wa dzanban maghfuuroo.
“Allah Maha Besar,  ya Allah jadikanlah ini haji yang diterima,  dan disertai pengampunan dosa”.  (Muttafaq alaih).
Melontar jumrah aqabah ini harus setelah matahari terbit,  sebagaimana hadits dari Ibnu Abas,  Rasulullah bersabda:
لَا تَرْمُوا الْجَمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
“Janganlah kalian melontar jumrah hingga matahari terbit.”  (HR lima Imam selain Nasai).
h.    Selanjutnya saatnya menyembelih binatang hadyu (dam) dan tahallul (tahallul awal)  dengan mencukur atau memotong rambut kepala,  mulai sebelah kanan,  dilanjutkan sebelah kiri.
Mencukur lebih utama daripada memotong,  sebagaimana hadits dari Abdullah bin Umar,  bahwa Rasulullah B mendoakan: 
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا: وَلِلْمُقَصِّرِينَ قَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا: وَلِلْمُقَصِّرِينَ قَالَهَا ثَلاَثًا قَالَ: وَلِلْمُقَصِّرِينَ
“Ya Allah,  ampunilah orang-orang yang mencukur rambutnya”.  Para sahabat berkata: “Dan orang-orang yang memotong?”.  Rasulullah berdoa lagi: “Ya Allah,  ampunilah orang-orang yang mencukur rambutnya”.   Para sahabat berkata lagi: “Dan orang-orang yang memotong?”.  Setelah diucapkan yang ketiga kali,  barulah Rasulullah berdoa: “Ya Allah,  ampunilah orang-orang yang memotong rambutnya.”  (Muttafaq alaih).
i.      Dengan Tahallul Awal ini,  maka halal segala larangan bagi orang yang ber-ihram,  yaitu mengenakan pakaian biasa dan wangi-wangian,  kecuali berkumpul suami-istri masih terlarang hingga Tahallul Tsani.
j.      Kemudian jika memungkinkan, pada hari itu juga pergi ke Makah untuk Thowaf Ifadhah.
k.    Dilanjutkan dengan sa’i  (jika belum sa’i setelah thowaf qudum dalam Haji Qiran).
l.      Setelah melakukan tiga perbuatan, yaitu : melontar jumroh Aqabah,  memotong/ mencukur rambut kepala,  dan Thowaf Ifadhoh,  berarti telah melakukan Tahallul Tsani,  maka sudah diperbolehkan melakukan hubungan suami-istri.
m.   Setelah thowaf Ifadhah dan Sa’i, kembali ke Mina  sebelum matahari terbenam untuk mabit di Mina selama dua atau tiga malam pada hari-hari Tasyrik.


Tanggal  11-13 Dzul-Hijjah (Hari-hari Tasyrik)

a.    Bermalam (mabit)  di Mina hingga 12 Dzul-Hijjah (Nafar Awal)  atau 13 Dzul-Hijjah (Nafar Tsani).
Bagi yang menghendaki nafar awal,  harus meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari pada tanggal 12 Dzul-Hijjah.
b.    Melontar tiga jumrah  (Ula,  Wustha  dan  Aqabah) setelah tergelincir matahari pada tanggal 11 hingga 12 atau 13 Dzul-Hijjah,  masing-masing  tujuh butir batu kerikil.  Hadits dari Jabir mengatakan:
رَمَى رَسُولُ اللَّهِ الْجَمْرَةَ يَوْمَ النَّحْرِ ضُحًى, وَأَمَّا بَعْدَ ذَلِكَ فَإِذَا زَادَتْ الشَّمْسُ
“Rasulullah melontar jumrah pada hari Nahar (jumrah Aqabah)  pada waktu Dhuha.   Adapun jumrah berikutnya  (tiga jumrah)  apabila matahari telah tergelincir.”  (HR Muslim).
c.    Disunnahkan berhenti lama di jumrah Ula dan jumrah Wustha sambil berdoa.  Adapun saat melontar jumrah Aqabah tanpa berhenti untuk berdoa.  


Dari Mina Kembali Ke Makah

a.    Apabila pada tanggal 10 Dzul-Hijjah belum sempat ke Makah untuk Thowaf ifadhoh dan sa’i,  kini saatnya melakukan Thowaf Ifadhah dan Sa’i.
b.    Bagi yang menjalankan Haji Ifrad,  masih ada kewajiban Umrah,  dengan melakukan ihram dari Tan’im atau Ji’ronah,  dengan mengucapkan :
لَبَّيْكَ عُمْرَةً  - Labbaika Umratan  (Aku telah penuhi panggilan-Mu untuk Umrah).
c.    Sebelum meninggalkan kota Makah,  baik untuk kembali ke Tanah Air maupun ke Madinah,  harus melakukan Thowaf Wada’,  kecuali bagi wanita yang haid.   Rasulullah bersabda :
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ أَخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْمَرْأَةِ الْحَائِضِ
“Manusia diperintahkan agar mengakhiri ibadahnya di Baitullah  (Thowaf Wada’),  hanya saja dikecualikan bagi wanita yang haid.”  (Muttafaq alaih).



PERMASALAHAN SEPUTAR IBADAH HAJI & UMRAH

1.     Janganlah memulai Thawaf sebelum Hajar Aswad,  sedangkan syariatnya adalah dimulai dari Hajar Aswad atau garis lurus dari Hajar Aswad.
2.     Dalam rangka pelaksanaan thawaf,  di mana disyariatkan mengusap dan mengecup Hajar Aswad,  tetapi apabila justru mendatangkan mudharat,  misalnya harus berdesak-desakan dan menyakiti orang lain,  lebih baik dihindari,  terutama bagi wanita.
3.     Boleh saja Shalat sunah di Hijir Ismail apabila memungkinkan,  asal tidak dikhususkan shalat di Hijir Ismail.
4.     Setelah thawaf,  jangan memaksakan diri shalat sunnah dua rakaat tepat di belakang Maqam Ibrahim,  ketika sedang padat dengan orang-orang yang thawaf,  sehingga justru mengganggu orang-orang yang thawaf.  Padahal shalat sunnah dua rakaat dapat saja dilakukan di belakang Maqam Ibrahim agak jauh ke belakang.
5.     Doa-doa saat thawaf,  dengan ditentukan untuk putaran pertama,  putaran kedua,  dan seterusnya,  adalah bukan dari Nabi,  sehingga tidak perlu diamalkan.
6.     Memegang dan mengusap-usap bangunan Ka’bah,  kemudian mengusapkan tangannya ke seluruh badan atau kepada anak-anaknya  dengan anggapan memberi manfaat atau mendapat berkah,  adalah merupakan perbuatan sesat yang harus dihindari.
7.     Thawaf atau Sa‘i berombongan dengan dipimpin oleh seorang komando,  yang memimpin doa dengan suara keras,  dan diikuti oleh mereka dengan suara keras pula,  sehingga suara-suara keras bermunculan dan terjadi suara ribut,  yang demikian itu selain tidak ada tuntunannya juga sangat mengganggu kekhusu’an orang lain yang sedang thawaf atau sa’i atau shalat.   Karenanya hendaknya dihindari.
8.     Memperbanyak umrah pada saat berada di Makah,  adalah tidak disyariatkan dalam Islam.  Oleh karenanya tidak perlu dilakukan.  Yang disyariatkan adalah memperbanyak thawaf sunnah.
9.     Mengusap-usap dinding dan pagar makam Nabi dengan harapan mendapat berkah adalah perbuatan yang sesat, yang harus dihindari.
10.   Dalam rangka kehati-hatian,  pembayaran Dam dan Qurban hendaknya dilakukan melalui Bank Rajhi,  tidak melalui calo-calo dam,  meskipun harganya lebih murah dan ada iming-iming hadiah berupa ziarah dan lainnya.
11.  Pastikan bahwa pada saat wuquf,  sudah benar-benar berada di daerah Arafah,  karena ada sebagian jamaah haji yang wuquf di luar batas Arafah hingga terbenam matahari,  dan langsung menuju Muzdalifah.   Yang demikian,  hajinya tidak sah.
12.  Berdesak-desakan untuk dapat naik ke bukit Arafah hanyalah mendatangkan mudarat dan menyakiti orang lain,  padahal seluruh tanah Arafah hakikatnya adalah tempat wuquf.
13.  Jangan berdoa di Arafah sambil menghadap jabal Arafah,  seharusnya berdoa di Arafah dengan menghadap Kiblat sebagaimana tuntunan Rasulullah.
14.  Saat melontar jumrah,  sebaiknya tidak mendekati jumrah dengan paksa dan kekerasan,  tanpa rasa khusu’ kepada Allah,  dan tanpa adanya rasa kasih sayang kepada sesama,  yang dapat mengakibatkan saling caci dan saling pukul.
15.  Banyak jamaah haji yang tidak berhenti dan berdoa setelah melontar jumrah Ula dan Wustha,  padahal sesuai sunnah Nabi setelah melontar jumrah Ula dan Wustha,  berhenti lama untuk berdoa sambil menghadap Kiblat.
16.  Banyak jamaah haji yang berhenti lama dan berdoa setelah melontar jumrah Aqabah,  padahal sesuai sunnah Nabi berhenti lama dan berdoa adalah hanya setelah melontar jumrah Ula dan Wustha, tetapi tidak di jumrah Aqabah.
17.  Mewakilkan amalan haji kepada orang lain,  misalnya mewakilkan melontar jumrah,  dan lain-lain,  tidak mempunyai landasan yang shohih,  oleh karenanya agar dihindari.



<<   1   2   3   4   >>

No comments:

Post a Comment